KPK Ungkap Soal Over Kapasitas Lapas Hingga Perlakuan Istimewa Napi Tipikor, Wamenkumham Angkat Bicara

0
65
KPK menemukan titik rawan korupsi dalam tata kelola lapas di Indonesia. Titik itu mulai dari permasalahan overstay, hingga lemahnya mekanisme check and balance dalam pemberian remisi. Sedangkan titik rawan lainnya yakni adanya perlakuan istimewa yang diterima napi kasus korupsi di lapas. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Beberapa waktu lalu, KPK mengumumkan tentang adanya sejumlah masalah dalam tata kelola lembaga permasyarakatan (lapas) di Indonesia. Isu kelebihan kapasitas menjadi salah satu persoalan utama.

“Per September 2022, jumlah penghuni lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia melebihi kapasitasnya. Total kapasitas yang hanya sebesar 132.107 jiwa diisi oleh 276.172 penghuni,” bunyi keterangan di akun Instagram resmi KPK, Selasa (9/5/2023).

Selain itu, KPK juga menemukan titik rawan korupsi dalam tata kelola lapas di Indonesia. Titik itu mulai dari permasalahan overstay, hingga lemahnya mekanisme check and balance dalam pemberian remisi. Sedangkan titik rawan lainnya yakni adanya perlakuan istimewa yang diterima napi kasus korupsi di lapas. “Diistimewakannya napi tipikor di rutan hingga maupun lapas,” tulis KPK.

Menanggapi temuan tersebut, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej angkat bicara.

Terkait masalah overkapasitas di sejumlah lapas, Eddy mengatakan persoalan tersebut menjadi masalah menahun yang tidak kunjung terselesaikan. Meski demikian, ia menilai hal itu bisa diatasi lewat sistem kebijakan hingga produk hukum.

BACA JUGA :  Ruhamaben-Shinta Janji Tingkatkan Fasilitas Kesehatan di Tangsel

“Over kapasitas adalah masalah yang sangat serius namun bisa diatasi dengan perubahan sejumlah Undang-Undang di antaranya KUHP,” kata Eddy dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (13/5/2023).

Menurut Eddy, masalah overkapasitas di lapas bukan hanya menjadi tanggung jawab Kemenkumham. Ditjen Pas tidak memiliki kewenangan dalam menolak narapidana yang telah mendapatkan putusan dari hakim.

Persoalan itu, kata Eddy, harus didorong lewat kebijakan hukum yang tidak mengedepankan putusan pidana dari hakim. Dia menilai UU Nomor 1 Tahun 2023 yang telah disahkan tahun ini bisa memiliki peran dalam mengatasi masalah overkapasitas di lapas.

Eddy melihat salah satu visi KUHP baru terkait mencegah dijatuhkannya pidana penjara dalam waktu singkat. Nantinya, pelaku kejahatan pidana yang dijatuhkan vonis di bawah lima tahun bisa dikenakan pidana pengawasan atau kerja sosial sesuai ketentuan dalam KUHP.

Dia menambahkan, instrumen hukum di KUHP baru tersebut diyakini bisa berkontribusi dalam mengurangi persoalan overkapasitas di lapas. “KUHP baru tidak lagi mengutamakan pidana penjara,” katanya. (BD)

BACA JUGA :  Wapres Ma’ruf Amin Optimistis Penurunan Kemiskinan Ekstrem Capai Target di Tahun 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini