RADAR TANGSEL RATAS – Nama-nama calon presiden (capres) yang akan maju di Pemilu 2024 tampak semakin jelas. Tiga tokoh telah dicalonkan partai politik: Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, memprediksi Ganjar Pranowo yang disodorkan oleh PDI Perjuangan sebagai capres akan menghadapi batu sandungan yang serius terkait angka kemiskinan di Jawa Tengah.
Seperti yang dilansir Liputan6.com (14/5/2023), Denny menuturkan bahwa isu ekonomi adalah panglima. Isu itu selalu dianggap sebagai isu paling penting bagi masyarakat Indonesia yang akan menghadapi pilpres.
“Apalagi setelah pandemi COVID-19 yang sudah tiga tahun memporak-porandakan kita. Kemajuan ekonomi, keluar dari kemiskinan menjadi dambaan,” ujar Denny.
Dengan demikian, kata Denny, rekor dan program capres soal memajukan ekonomi sangatlah menentukan dan selalu menjadi bahan untuk dikampanyekan guna menaikkan atau menjatuhkan capres.
“Data kemiskinan di Jawa Tengah memang menjadi pekerjaan rumah bagi Ganjar dan timnya untuk menjelaskan ke publik,” ungkap Denny.
Ia juga menambahkan, isu ekonomi dalam pilpres juga pernah terjadi di Amerika Serikat pada 1992 saat George Bush bertarung melawan Bill Clinton. Saat itu, George Bush adalah petahana yang ingin terpilih untuk kedua kalinya. George Bush pun populer karena berhasil mengusir Irak yang menginvansi Kuwait melalui Operation Desert Shield 1991.
Nama George Bush berkibar secara nasional. Tapi, tim Bill Clinton, khususnya konsultan politik James Carville, melihat kelemahan pemerintahan George Bush. Ekonomi Amerika Serikat saat itu sedang turun.
“Maka, lahirlah slogan kampanye yang terkenal: ‘It is economy, Stupid!’ (Ini soal ekonomi, bodoh!). Pilpres Amerika Serikat sekarang ini soal ekonomi yang merosot. Bukan soal invasi Irak dan Kuwait. Bukan soal soal lain.
“Lihatlah kinerja Bush soal ekonomi. Ia gagal. Lihat datanya. Lihat rekam jejaknya. Lihat track record-nya,” ungkap Denny.
Jika George Bush gagal soal ekonomi ketika ia menjadi presiden periode pertama, kata Denny, apa jaminannya dia bakal berhasil jika menjadi presiden lagi di periode kedua.
“Isu ekonomi semakin mendominasi persepsi pemilih Amerika Serikat saat itu. Hasil dukungan pun berbalik. George Bush yang awalnya unggul menjadi kalah,” imbuhnya.
Berkaca dari Pilpres Amerika Serikat 1992 itu, Denny menduga lawan-lawan Ganjar akan menjadikan ekonomi sebagai isu utama. Bahkan isu ekonomi mengalahkan isu soal agama, korupsi dan hak asasi manusia.
“Mereka akan mengatakan, lihat rekam jejak Ganjar ketika menjadi Gubernur Jawa Tengah selama dua periode. Periksa data BPS. Bukankah persentase kemiskinan di Jateng nomor dua terburuk di Jawa (2022)? Bukankah persentase kemiskinan di Jateng lebih tinggi dibandingkan prosentase kemiskinan di Indonesia (2022)?” papar Denny.
Lebih lanjut, Denny menebak ke depan nanti aneka bentuk informasi soal Ganjar Pranowo dan kemiskinan di Jawa Tengah bakal memenuhi media sosial. Sebab, saat ini merupakan era di mana setiap individu bisa mengunggah dan mem-forward apapun yang mereka anggap penting.
“Model info seperti ini akan meluas: ‘jika di satu provinsi Jawa Tengah saja Ganjar gagal soal kemiskinan, bagaimana Ganjar bisa mensejahterakan ekonomi Indonesia yang berjumlah 38 provinsi? Jika satu provinsi gagal, bagaimana bisa berhasil di 38 provinsi?” sambungnya.
Denny mengatakan, Ganjar kini bersaing dengan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Dari sejumlah lembaga survei, kadang elektabilitas Ganjar paling tinggi, tapi kadang Prabowo Subianto yang paling tinggi.
Menurutnya, hasil survei-survei tersebut yang menyebut Ganjar atau Prabowo memimpin sementara bisa benar. Hal itu karena sebagian besar pemilih masih mudah mengubah pilihannya atau dalam bahasa teknis survei disebut soft suporter.
Justru karena masih banyaknya pemilih yang bisa ragu lalu mengubah pilihannya, isu Ganjar gagal mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah juga bisa menjadi isu yang potensial mengubah dukungan.
Denny mengingatkan kembali narasi yang terjadi dalam Pemilu 1992 di Amerika Serikat bisa jadi dimodifikasi untuk Pilpres 2024 dan menghantam Ganjar.
Dia meyakini Ganjar dan tim pemenangan dari PDIP akan mengerahkan segala upaya untuk meng-counter isu tersebut. Tapi, hasil akhirnya tergantung siapa yang bisa lebih meyakinkan publik.
“Untuk kepentingan demokrasi di Indonesia, perdebatan mengenai track record calon presiden, yang disertai data dan fakta, itu adalah perdebatan yang sehat dan mencerdaskan,” ujar Denny. (BD)