RADAR TANGSEL RATAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita aset mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono (AP), senilai Rp 50 miliar. Berbagai aset Andhi Pramono disita karena diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi.
“Estimasinya kurang lebih sejauh ini ya kurang lebihnya Rp 50-an miliar lah,” tutur Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2023).
Menurut Ali Fikri, aset-aset Andhi Pramono yang telah disita di antaranya berupa rumah mewah di daerah Pejaten, Jakarta Selatan, serta berbagai merek tas branded. Hingga saat ini, KPK masih terus menelusuri aset hasil dugaan korupsi Andhi Pramono. “Nanti kami akan dalami lebih lanjut,” ujar Ali Fikri.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Andhi diduga menerima gratifikasi Rp 28 miliar dari para importir saat masih menjabat di Ditjen Bea Cukai.
Uang sebesar Rp 28 miliar tersebut dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022. Andhi diduga mengumpulkan uang tersebut lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor.
Selain itu, KPK juga menyebut uang-uang dari hasil broker para importir tersebut ditampung di rekening Andhi dan mertuanya. Tindakan itu dipastikan telah bertentangan dengan tugas dan kewenangan Andhi sebagai pejabat Ditjen Bea Cukai.
Andhi juga diduga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis. Di antaranya dengan membeli rumah mewah di Pejaten (Jakarta Selatan), berlian, hingga polis asuransi.
Berdasarkan perbuatannya yang melanggar hukum itu, Andhi dijerat dua pasal sekaligus, yakni terkait penerimaan gratifikasi dan TPPU. Ia divonis melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Selain itu, Andhi juga dianggap telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (ARH)