Berbagai Lembaga dan Elemen Masyarakat Tolak Usulan BNPT tentang Pengontrolan Semua Tempat Ibadah

0
66
Usulan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia langsung menuai kritik dari berbagai arah. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia agar tidak menjadi sarang radikalisme. Usulan itu langsung menuai kritik.

Kabarnya, usulan yang disampaikan oleh Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/9/2023) itu menanggapi pernyataan anggota DPR Komisi III Fraksi PDIP, Safaruddin.

Sebab, Safaruddin awalnya mengulas soal karyawan BUMN yakni PT KAI yang terpapar paham radikalisme. Ia kemudian membeberkan hasil pengamatannya terkait masjid di BUMN kawasan Kalimantan Timur yang setiap hari mengkritik pemerintah.

“Memang kalau kami di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan itu Pak, itu masjidnya Pertamina, tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, di dekat Lapangan Merdeka itu,” ungkap politikus PDIP itu.

Cerita dari Safaruddin itu pun langsung ditanggapi BNPT. Rycko menyebut perlunya kontrol tempat ibadah di mana kerap dijadikan tempat penyebaran paham radikal.

“Kiranya kita perlu memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan dan penyalahgunaan tempat-tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme,” ujar Rycko dalam rapat.

Menurut Rycko, pihaknya sudah melakukan studi banding di negeri jiran Singapura dan Malaysia serta negara-negara yang jauh, yakni di Oman, Qatar, Arab Saudi, serta negara di Afrika Utara, yakni Maroko. Konten-konten yang disampaikan saat tausyiah, kata Rycko, berada di bawah kontrol pemerintah.

BACA JUGA :  Firli Sebut Ingin Tertibkan Parpol Seperti di China, Dosen Hukum Tata Negara: Itu Intervensi untuk Ganggu Kinerja Partai!

“Semua masjid, tempat ibadah, petugas di dalam yang memberikan tausiyah, memberikan khotbah, memberikan materi, termasuk kontennya di bawah kontrol pemerintah,” ungkapnya.

Karena itulah Rycko mengusulkan mekanisme kontrol yang sama untuk diterapkan di Indonesia. Ia mengatakan kontrol dilakukan tidak hanya di masjid, tapi di semua tempat ibadah.

“Siapa saja yang boleh memberikan, menyampaikan konten di situ, termasuk mengontrol isi daripada konten supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan, ajaran-ajaran kebencian, menghujat golongan, pimpinan, bahkan menghujat pemerintah,” ujarnya.

Selain itu, Rycko juga menuturkan bahwa Indonesia perlu belajar dari negara-negara tetangga, negara di Timur Tengah, dan negara di Afrika. Soalnya, BNPT menilai penggunaan tempat ibadah untuk proses radikalisasi sudah sedemikian masif.

Usulan tersebut mendapat tanggapan dari Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom. Menurut Gomar, usulan BNPT itu merupakan bentuk kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi.

“Usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah, merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pasca-Reformasi 1998,” tutur Gomar dalam keterangan pers tertulisnya kepada wartawan, Senin (4/9/2023).

Gomar menyatakan bahwa dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah.

BACA JUGA :  Menteri Keuangan Sri Mulyani Temui Presiden Jokowi Secara Sembunyi-Sembunyi, Kenapa dan Bahas Apa?

“Pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme,” papar Gomar.

“Hal sedemikian ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa Orde Baru,” ia menambahkan.

Gomar lalu menyebut masalah yang dihadapi saat ini adalah kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat. Bahkan perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.

“Ketimbang memberlakukan usulan Kepala BNPT, saya lebih meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan,” tutur Gomar.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily. Ia menentang keras usulan itu karena menyalahi prinsip kebebasan beragama.

“Ini sudah kayak zaman penjajahan saja, rumah ibadah dikontrol semuanya oleh pemerintah. Saya kira berlebihan jika tempat ibadah dikontrol Pemerintah atau aparat pemerintah. Kalau ada satu atau dua kasus di mana rumah ibadah diduga digunakan untuk mengkritik pemerintah, ya tidak perlu dikhawatirkan. Mengkritik kan tidak harus dimaknai sebagai tindakan radikalisme,” ujar Ace kepada wartawan, Selasa (5/9/2023)..

BACA JUGA :  Ketua MPR Setuju Pilgub Dihapus dan Gubernur Dipilih oleh Pemerintah Pusat

Menurut Ace, jika ada pemahaman yang berpotensi menimbulkan tindakan terorisme, maka sebaiknya dilakukan pencegahan lewat dialog dan pembinaan. Kontrol terhadap tempat ibadah, menurut Ace, menyalahi semangat kebangsaan.

Lebih lanjut, Ace menekankan agar BNPT mendeteksi potensi pemahaman agama yang menghalalkan kekerasan. “Yang terpenting bagi lembaga seperti BNPT adalah mendeteksi potensi pemahaman agama menghalalkan kekerasan dan bertindak merugikan orang lain serta ketertiban sosial. Apa pun agamanya,” katanya.

Begitu juga Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Ia menyebut usulan itu bertentangan dengan UUD 1945.

“MUI sangat menyesalkan usulan yang disampaikan oleh Kepala BNPT yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah,” kata Anwar kepada wartawan.

Cara berpikir Rycko, kata Anwar, tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang sudah dibangun. “Itu jelas sebuah langkah mundur dan mencerminkan cara berfikir serta bersikap yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan selama ini secara bersusah payah,” ujar Anwar. (ARH)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini