Ironis! Kasat Narkoba Polres Karawang Diduga Jadi Bandar Sabu bagi Klub Malam

0
108
Penggunaan sabu meningkatkan risiko masalah jantung, seperti nyeri dada, detak jantung yang tidak normal, dan tekanan darah tinggi. Hal ini dapat menyebabkan serangan jantung, diseksi aorta akut dan berhentinya jantung mendadak. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Lagi-lagi nama besar Polri kembali tercoreng akibat ulah anggotanya. Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Karawang, AKP Edi Nurdin Massa ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri terkait dugaan peredaran gelap narkotika.

Penangkapan AKP Edi Nurdin Massa menambah panjang dafta polisi yang tersandung kasus narkoba. Terlebih, penangkapan terhadap Edi adalah hal yang sangat ironis. Sebab, sosok yang seharusnya memimpin anak buah memberantas kejahatan narkoba justru ikut mengedarkan barang haram tersebut ke tempat hiburan malam.

Tak pelak, kasus ini pun membuat isu yang tengah bergulir di masyarakat soal adanya mafia narkoba dan judi di tubuh Polri semakin menguat.

Menurut pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian sangat tinggi. Sebab, besarnya kewenangan yang dimiliki Polri sebagai lembaga penegak hukum tidak dibarengi dengan kontrol dan pengawasan yang kuat.

“Penyalahgunaan wewenang ini pun terjadi secara struktural sesuai jabatan dan pangkat masing-masing dan dilakukan banyak personel. Sama seperti dalam organisasi mafia yang memiliki kode etik Omerta, mereka saling menutupi kejahatan dan memiliki jiwa corsa yang sangat tinggi,” ungkap Bambang, seperti yang dikutip Liputan6.com (18/8).

BACA JUGA :  Komnas HAM Sebut Perdagangan Orang di NTT Sudah Berkategori Darurat, Karena Pemprov NTT Tak Serius Menanganinya?

Bambang yakin, keterlibatan Kasat Narkoba itu menunjukkan indikasi adanya mafia narkoba di tubuh kepolisian, karena kejahatan ini tak mungkin dilaksanakan oleh pelaku tunggal.

“Makanya untuk membongkar kasus ini juga harus diselidiki lebih dalam, termasuk transaksi di rekening tersangka maupun orang-orang terdekatnya,” ujar Bambang.

Bambang menegaskan, ini bukan kali pertama personel Satuan Reserse Narkoba terlibat dalam kejahatan narkotika. Bahkan sudah menjadi rahasia umum di masyarakat bahwa penegakan hukum yang transaksional terhadap orang yang tersandung kasus narkoba adalah hal yang sudah biasa. Tak sedikit masyarakat yang mengaku diminta polisi menebus sejumlah uang agar bisa bebas.

“Kewenangan yang sangat besar bagi kepolisian tanpa ada pengawasan yang ketat mengakibatkan penyalahgunaan kewenangan, seperti memainkan (kasus) atau jual beli pasal,” tutur Bambang.

Karena itu, Bambang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meningkatkan pengawasan terhadap seluruh personel kepolisian dengan melibatkan pihak-pihak eksternal. Kasus ini juga bisa dijadikan sebagai momentum “bersih-bersih” di tubuh Polri.

Kapolri juga bisa mengoptimalkan peran kepala satuan terdekat sesuai Perkap No 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.

BACA JUGA :  Berbagi di Bulan Ramadan, AirNav Santuni Para Penghafal Al-Qur’an di Pelbagai Pelosok Indonesia

“Kemudian merevisi peraturan-peraturan Kapolri yang menjadi tempat bersembunyi pelanggar hukum, seperti Perkap 7/2022 tentang Penegakan Etik dan Disiplin Personel Kepolisian,” katanya.

Selain itu, Polri juga harus mengedepankan proses pidana kepada personel yang melanggar hukum sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), daripada proses etik dan disiplin internal.

“Dengan proses pidana umum, diharapkan sanksi tegas yang dilakukan secara transparan di peradilan umum bisa menjadi efek jera bagi personel yang lain,” kata Bambang Rukminto

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai, banyaknya polisi yang terjerumus dalam bisnis gelap narkoba karena tergiur dengan keuntungan materi yang didapatkan. Kondisi ini tidak hanya berlaku pada kasus narkoba, tapi juga bisnis kejahatan lainnya.

“Sama seperti menangani korupsi, ada suap menyuap. Yang menangani pelacuran juga ikut judi. Ya umumnya begitu, selalu ketularan dengan tindak pidana yang sedang ditangani. Ya itu karena tergiur dengan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana itu,” kata Mudzakir. (BD)

BACA JUGA :  Salah Satu Orang Terkaya di RI Bakal Bangun Rumah Sakit di IKN dengan Investasi Rp 500 Miliar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini