RADAR TANGSEL RATAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, serta sejumlah pejabat Pemkab Meranti. Bupati Meranti diduga tertangkap tangan sedang melakukan korupsi. KPK langsung membawa Bupati Meranti dari Pekanbaru ke Jakarta untuk pemeriksaan.
“Benar, tadi malam, (6/4) tim KPK berhasil lakukan tindakan tangkap tangan terhadap beberapa pihak yang sedang melakukan korupsi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau,” tutur Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, dikutip dari Detikcom, Jumat (7/4/2023).
Ali Fikri menjelaskan bahwa untuk sementra ini jumlah pejabat strategis di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti yang ditangkap KPK mencapai puluhan orang. “Dan juga ada pihak swasta,” ia menambahkan.
Selanjutnya, kata Ali Fikri, Bupati Meranti dan sejumlah pihak yang terjaring OTT KPK itu akan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Mereka kemudian akan dilakukan pemeriksaan.
Menurut Ali Fikri, saat ini tim KPK masih bekerja. “Terus kami kumpulkan bahan keterangan dari beberapa pihak. Setelahnya pasti kami sampaikan lengkap hasil kegiatan tersebut sebagai bagian keterbukaan informasi KPK kepada masyarakat,” ungkapnya.
KPK memiliki waktu 24 jam untuk menentukan status hukum Bupati Meranti Muhammad Adil setelah operasi tangkap tangan.
Dikutip dari Tempo.co (7/4/2023), Muhammad Adil memiliki 73 bidang tanah dan bangunan. Seluruh tanah dan bangunan itu ditaksir memiliki nilai jual sebesar Rp 4,3 miliar. Harta tersebut tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang ia setorkan ke KPK untuk periode 2021.
Selain tanah, pria yang pernah menjadi kader Partai Hanura dan PKB itu juga memiliki 4 motor dan 1 mobil. Kendaraan itu ditaksir memiliki harga jual Rp 174 juta. Muhammad Adil juga tercatat memiliki kas dan setara kas senilai Rp 244 juta. Bila digabung, seluruh hartanya itu bernilai Rp 4,7 miliar.
Nama Muhammad Adil sempat viral pada Desember 2022 karena menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berisi setan atau iblis. Hal itu dikarenakan dirinya tak terima soal dana bagi hasil (DBH) minyak di tempatnya yang dianggap semakin kecil.
Waktu itu, menurutnya, Meranti layak mendapat DBH minyak dengan hitungan US$ 100 per barel, tapi yang diterima hanya Rp 114 miliar dengan hitungan US$ 60 per barel.
“Sampai ke Bandung saya kejar orang Kementerian Keuangan juga tidak dihadiri oleh yang kompeten, yang hadir waktu itu entah staf, tidak tahu lah. Sampai waktu itu saya ngomong ‘ini orang keuangan isinya ini iblis atau setan’,” kata Muhammad Adil dalam Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia, dikutip dari Detik.com, Senin (12/12/2022). (BD)