RADAR TANGSEL RATAS – Bank Dunia menyatakan bahwa perekonomian global tinggal selangkah lagi menuju resesi kedua dalam satu dekade yang sama. Kondisi ini bahkan disebut belum pernah terjadi selama lebih dari 80 tahun.
Dikutip dari CNN, Rabu (11/1/2023), Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 ini menurun tajam, imbas dari kondisi krisis. Lembaga elit tersebut memproyeksikan ekonomi dunia akan tumbuh hanya 1,7% di tahun ini, memukul keras negara-negara berkembang yang telah “babak belur” oleh pandemi dan kenaikan suku bunga.
“Krisis yang dihadapi pembangunan semakin intensif karena prospek pertumbuhan global memburuk,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam sebuah pernyataan.
Inflasi yang meningkat, kebijakan bank sentral yang agresif, kondisi keuangan yang memburuk, dan gelombang kejut dari invasi Rusia ke Ukraina semuanya membebani pertumbuhan ekonomi. Bahkan menurut laporan IMF, sepertiga dari ekonomi dunia diperkirakan berada dalam resesi pada tahun 2023,
Akibatnya, inflasi yang lebih tinggi dan berkepanjangan, makin ketatanya kebijakan moneter yang lebih ketat, serta peningkatan ketegangan geopolitik dianggap bisa cukup untuk memicu kondisi resesi,” tutur David Malpass.
Sebelumnya, resesi pertama terjadi pada tahun 2020 lalu ketika terjadi gelombang pandemi Covid-19. Kala itu, ekonomi global menyusut sebesar 3,2% selama resesi pandemi, sebelum bangkit kembali dengan kuat pada tahun 2021. Terakhir kali perekonomian global mengalami dua resesi dalam satu dekade yang sama yakni pada tahun 1930-an.
IMF juga memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh hanya 0,5% pada tahun 2023. Sebanyak 20 negara yang menggunakan Euro, yang telah terpukul oleh perang di Ukraina, diperkirakan tidak akan mengalami ekspansi agregat sama sekali. Kedua prakiraan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada Juni 2022.
Sementara, pertumbuhan di Tiongkok diproyeksikan meningkat pada tahun 2023 ini setelah pencabutan pembatasan Covid-19 , naik menjadi 4,3%. Tapi perkiraan itu juga turun dari enam bulan lalu, mencerminkan kegoyahan yang sedang berlangsung di pasar real estate negara tersebut.
“Tiga mesin pertumbuhan utama dunia, yakni Amerika Serikat, kawasan Eropa, dan China, sedang mengalami periode kelemahan yang nyata,” kata Bank Dunia dalam laporannya.
Kemunduran itu juga akan merugikan negara-negara miskin, yang notabene telah merasakan dampak dari iklim ekonomi yang tidak pasti, investasi bisnis yang lebih rendah, dan kenaikan suku bunga. Meningkatnya biaya pinjaman juga makin mempersulit kondisi saat ini.
Bank Dunia juga memprediksi pada akhir tahun 2024 nanti hasil ekonomi di pasar negara-negara berkembang akan berada sekitar 6% di bawah tingkat yang telah dipetakan sebelum pandemi, menurut Bank Dunia. Pertumbuhan pendapatan juga diperkirakan akan lebih lambat dari rata-rata satu dekade sebelum Covid, sehingga semakin sulit untuk menutup kesenjangan dengan negara-negara kaya. (BD)