RADAR TANGSEL RATAS – Meskipun pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan demi mencapai target penjualan 200.000 unit motor listrik sepanjang tahun 2023, tapi hasil yang dicapai masih jauh dari memuaskan. Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), dari 2017 sampai 2023, penjualan motor listrik hanya berjumlah 54 ribu unit.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkap, hingga tahun lalu, serapan program subsidi motor listrik hanya mencapai 11.532 unit atau sekira Rp 78 miliar. Padahal, kuota yang disiapkan pemerintah mencapai 200 ribu unit dengan anggaran Rp 1,4 triliun.
“Karena penyerapannya tidak sesuai, bahkan jauh dari apa yang sudah disiapkan, yaitu 200 ribu unit motor listrik, itu menjadi beban kita dalam konteks kita tidak berhasil men-deliver atau memberikan penyerapan anggaran yang tinggi,” tutur Agus Gumiwang kepada wartawan (25/1/2024).
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa peminat motor listrik di negeri ini masih rendah. Lalu, untuk menarik lebih banyak pembeli, haruskah besaran subsidinya ditambah?
Menurut Sekretaris Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI) Abdullah Alwi, besaran subsidi yang diberikan pemerintah sudah termasuk besar. Sebab, di negara tetangga, angkanya kurang lebih sama.
“Sampai saat ini, angka Rp 7 juta sudah termasuk baik ya. Karena keinginan Menperin kan mensubsidi dari segi baterai. Di beberapa negara lain seperti Thailand, angkanya juga hampir mirip. Saya rasa angka segitu sudah cukup,” ujar Abdul kepada wartawan di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2024).
Abdul menjelaskan, saat merumuskan besaran subsidi, pemerintah mempertimbangkan banyak faktor, karena itulah, kata Abdul, belum perlu ada penambahan subsidi.
“Kalau ditanya ke masyarakat, kalau ditambah subsidi mau nggak, saya rasa semua juga bakal ngomong mau. Tapi kita harus lihat keseimbangan antara support pemerintah, jumlah kuota, budget dan harapan masyarakat. Menurut kami angka Rp 7 juta sudah sangat baik,” ujar Abdul.
Abdul melihat rendahnya minat konsumen membeli motor listrik subsidi bukan disebabkan kurangnya potongan harga, melainkan minimnya sosialiasi ke masyarakat mengenai program tersebut. “Jadi kalau saya lihat, sosialisasi. Apakah semua orang tahu program ini, atau ada pendekatan-pendekatan lain dari APM yang pada prinsipnya masih banyak PR,” ungkapnya.
Kurangnya sosialisasi juga disebut sebagai salah satu penyebab tidak lakunya motor listrik oleh pakar kendaraan listrik dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Profesor Bambang Sudarmanta. Selain itu, ia juga melihat faktor keamanan sebagai penyebab lainnya. “Masyarakat takut baterainya cepat rusak, takut kesetrum, dan meragukan kejelasan surat-surat kendaraan listrik,” tuturnya kepada wartawan (16/2/2024).
Bambang juga menjelaskan bahwa masalah ketersedian charging station juga jadi penyebab masyarakat bekum mau membeli motor listrik. Sebab, kata Bambang, masyarakat masih kuatir, apakah charging station atau SPKLU tersedia di banyak tempat. (ARH)